1. Maria Febe Kusumastuti : Pemain Putri Berprestasi
Maria Febe Kusumastuti menjadi salah satu pemain tunggal putri Indonesia paling berprestasi sepanjang tahun 2009 ini. Prestasinya tergolong stabil ditengah krisis prestasi pemain tunggal putri Indonesia. Febe merupakan satu-satunya pemain tunggal putri Indonesia yang bertahan hingga babak perempat final Djarum Indonesia Open Super Series 2009. "Ya.. saya senang sekali sekaligus saya juga bisa membalas dengan kemenangan melawan Pi Hongyan," tutur Febe yang tahun sebelumnya kalah dari Pi Hongyan pada turnamen yang sama lewat pertarungan ketat.
Keberhasilan prestasi Febe tahun ini ditandai dengan raihan gelar juara Australia Open Grand Prix, Juli 2009 setelah mengalahkan unggulan utama Yip Pui Yin (Hongkong) di babak finaldengan skor 21-18 dan 21-19. Seminggu kemudian Febe kembali masuk final turnamen New Zealand Open kendati hanya meraih posisi runner-up setelah kalah dari unggulan tiga Sayaka Sato (Jepang). Penghujung tahun ini, Febe menembus semifinal India Open GP meskipun kemudian gagal ke final setelah ditaklukkan pemain tuan rumah, Aditi Mutatkar. Sekarang Febe berada di peringkat 27 dunia per 27 Desember 2009 atau kedua terbaik Indonesia setelah Adriyanti Firdasari yang berada di peringkat 16.
Febe kelahiran Boyolali, 30 September 1989 ini mengaku kenal bulutangkis dari orang tuanya. "Saya sering berganti-ganti klub, mulai dari klub di Boyolali lalu pindah ke Solo. Saya sering mengikuti pertandingan-pertandingan kecil dan sirkuit dengan prestasi lumayan. Dari pertandingan-pertandingan tersebut, saya dipantau klub Djarum dan kemudian ditawari bergabung ," Kenang Febe ihwal perjalanan karirnya. Di klub yang banyak melahirkan bintang bulutangkis dunia ini, kemampuan pemain yang gemar musik ini semakin mengkilap.
Pemain yang mengidolakan Taufik Hidayat ini, memfokuskan diri sepenuhnya di sektor tunggal walaupun pernah berprestasi baik di nomor ganda. "Dulu pernah main ganda saat pemula B karena waktu itu prestasi di ganda lebih menonjol bahkan pernah mendapat peringkat satu nasional kelompok pemula. Sedangkan di tunggal hanya peringkat 5 besar. Waktu itu mau pindah ke ganda tetapi dilarang sama papa karena prestasi tunggal masih termasuk bagus." Ternyata pilihan itu tidak salah karena sinar Febe di tunggal putri semakin cemerlang.
Kini Febe memiliki peluang untuk bergabung di Pelatnas. Tentunya akan memiliki kesempatan untuk membela negara di ajang-ajang bergengsi seperti Piala Uber dan Piala Sudirman. Febe mengaku tidak khawatir akan jarang diturunkan kalau bergabung di Pelatnas dibandingkan dengan di klub Djarum. "Ya, itu merupakan resiko yang harus ditanggung. Tetapi kalau prestasi kita stabil dan matang pasti sering diberangkatkan seperti Maria Kristin dan Adriyanti Firdasari." Dengan segala tekad dan semangat kuat yang dimilikinya, mudah-mudahan prestasi Febe menjadi lebih baik tahun depan.
|
2. Mohammad Ahsan: Harapkan Juarai Super Series dan Olimpiade
Mohammad Ahsan, Putra kelahiran Palembang, 7 September 1987 ini menyedot perhatian masyarakat Indonesia saat berpasangan dengan Hendra Setiawan untuk menggantikan Markis Kido yang sedang mengalami cedera di tengah-tengah perhelatan Piala Sudirman 2009.
Potensi permainannya mengundang decak kagum mereka yang menontonnya secara langsung di layar kaca. Dengan tinggi badan 174 cm, pecinta pempek yang biasa menjaga lini belakang lapangan ini mampu meluncurkan smes-smes keras dan tajam. Tak hanya itu, Ahsan juga tergolong benteng nan kokoh yang tidak dapat dihancurkan dengan mudah oleh smes-smes tajam lawan.
Berpasangan dengan Bona Septano -adik kandung Markis Kido- Ahsan memang menjadi harapan Christian Hadinata, Kepala Sub. Bid. Pelatnas yang tahun lalu mempersiapkan mereka untuk menjadi pelapis Markis/Hendra. Ahsan/Bona membuktikan perkataan Christian dengan masuk peringkat delapan dunia dalam daftar Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) rilisan April 2009; meroket tinggi dari peringkat 41 dunia setahun sebelumnya.
Prestasinya tahun ini tergolong membanggakan. Gelar turnamen level atas sekelas Grand Prix Gold dijuarainya untuk pertama kali pada Bingo Bonanza Philippine Open Grand Prix 2009. Selain menjadi perempat finalis di tiga turnamen Super Series tahun ini (Perancis, All England, dan Korea), Ahsan/Bona pun pernah menundukkan pasangan-pasangan top seperti Lars Paaske/Jonas Rasmussen (Denmark); He Hanbin/Sun Junjie dan Guo Zhendong/Xie Zhongbo(China); Nathan Robertson/Anthony Clark (Inggris); Alvent Yulianto Chandra/Hendra Aprida Gunawan (Indonesia); serta Abdul Latif/Fairuzizuan Tazari (Malaysia).
Bahkan di penghujung tahun ini, Ahsan menjadi penentu kemenangan Indonesia atas Malaysia dalam perebutan medali emas SEA Games. Uniknya Ahsan mempersembahkan poin tersebut ketika dipasangkan dengan pemain senior, Nova Widianto. Kemudian dinomor ganda putra perorangan, Ahsan yang kembali bersama Bona menambah perbendaharaan medali perunggu bagi kontingen Indonesia.
Ahsan mengenal bulutangkis dari ayahnya yang sering membawanya menonton turnamen bulutangkis di kota kelahirannya sedari kecil. Disitulah ia mulai tertarik menepok bulu dan pada usia tujuh tahun memulai karirnya di klub lokal Palembang. Untuk semakin mengembangkan kepaknya, ia pun bertolak ke Jakarta seusai lulus SMP dan masuk ke sekolah olahraga Ragunan lalu berpindah ke sebuah klub di kawasan Depok. Kemudian ia bergabung dengan keluarga besar PB Djarum pada tahun 2007.
Ia mengidolakan atlet senior ganda putra berbendera Amerika Serikat kelahiran Indonesia, Tony Gunawan."Karena dipasangkan dengan siapa saja dia bisa menang," ujarnya saat diwawancara di Cipayung beberapa saat lalu. Demi menjadi penerus Tony Gunawan dan menggapai cita-citanya menjuarai turnamen Super Series dan Olimpiade London 2012 inilah ia giat menggenjot kekuatan fisik dan staminanya.
"Karena fisik dan power kami masih kurang terutama jika bermain tiga set...terlihat pada saat kami melawan pemain China dan Korea," ujarnya saat diwawancara oleh PB Djarum.
Kita tunggu gebrakan selanjutnya dari putra Palembang ini.
|
3. Riyanto Subagja : Juara Turnamen Senior di Usia Belia
Untuk pemuda seusia Riyanto (16 tahun), posturnya memang tergolong jangkung dan prestasinya pun tak kalah kinclong dengan mereka yang lebih senior daripadanya. Di Auckland International, Selandia Baru Juni silam, sebagai pemain termuda di sektor tunggal putra turnamen tersebut, ia mampu menjadi juara!. Bahkan situs turnamen memberikan perhqtian khusus kepada Riyanto yang di final mengalahkan pemain senior terbaik yang dimiliki tuan rumah Selandia Baru, Joe Wu.
Siapakah Riyanto Subagja?
Lahir di Jakarta pada 28 April 1993, Riyanto yang tipe permainannya agresif ini mulai menepok bulu karena ingin bersenang-senang. "Tapi karena sering menang (kejuaraan) akhirnya ingin jadi atlet betulan," tukasnya. Kejuaraan-kejuaraan masa kecil tersebut ia lakoni pada saat bergabung dengan PB Bina Pratama saat ia masih berusia tujuh tahun. Dua tahun setelah bergabung di klub tersebut, Riyanto kecil pun mantap hidup sebagai atlet bulutangkis.
Pada akhir tahun 2006, ia bergabung dengan klub bulutangkis PB Djarum di kota Kudus, Jawa Tengah dan mulai mengecap pengalaman bertanding di luar negeri mulai dari Asia hingga Selandia Baru (New Zealand). Puncaknya adalah kemenangannya di Auckland International dengan mengalahkan beberapa pemain unggulan.
Di dalam negeri, kiprahnya terlihat menjanjikan. Ia berada di puncak peringkat nasional untuk kategori Tunggal Putra Taruna per 15/12/09. Selain itu, ia juga mengoleksi gelar-gelar dalam negeri seperti Tangkas Alfamart Junior International Challenge 2009, Djarum Sirkuit Nasional (Sirnas) Bali 2009, dan Sirnas Kalimantan tahun 2007 dan 2009.
Dengan sederet prestasinya itu, tentunya banyak yang bertanya padanya mengapa tidak masuk Pelatnas. Riyanto menjawab bahwa ia menunggu usianya cukup untuk masuk Pelatnas dewasa dan ia masih ingin mengenyam lebih banyak lagi pengalaman di klub PB Djarum
Tahun depan, Riyanto berharap mampu menjadi wakil Indonesia diajang kejuaraan Asia Yunior (Maret 2010) , Dunia Yunior (April 2010) dan Youth Olympic I di Singapura, pada Agustus 2010.
Ditanya mengenai harapan ke depannya, ia ingin menjadi juara Olimpiade. "Mungkin Olimpiade 2016, tapi siapa tahu juga sudah bisa di Olimpiade 2012," ujarnya sambil tersenyum.
|
4. Dionysius Hayom Rumbaka : Masa Depan Tunggal Putra Indonesia
Berbicara sektor tunggal putra, Indonesia pernah memiliki stok pemain yang berkualitas yang melimpah. Sebagai contoh era 90-an Indonesia memiliki tujuh pendekar hebat yaitu Alan Budi Kusuma, Ardy. B. Wiranata, Joko Suprianto, Hermawan Susanto, Fung Permadi, Bambang Suprianto dan Hariyanto Arbi. Namun dalam beberapa tahun belakangan ini, Indonesia hanya tertumpu pada Taufik Hidayat, Sony Dwi Kuncoro, dan Simon Santoso. Indonesia bak kesulitan mencari pelapis mereka.
Di tengah kegamangan tersebut, muncullah Dionysius Hayom Rumbaka. Pemain muda berusia 21 tahun dengan postur 182 cm ini bermain secara ofensif (menyerang) dan memiliki senjata andalan smes keras dan permainan net yang baik. Gaya permainannya Hayom tersebut mengingatkan kita kepada pemilik julukan "Smash 100 watt" Hariyanto Arbi.
Pemain klub PB Djarum ini, mulai mengumpulkan prestasi internasional tahun 2009 ini. Gelar pertamanya di Banuinvest International Series, Romania Maret silam ia akui sebagai pengalaman paling berkesan karena itulah gelar juara pertama internasional pertamanya. Dua gelar juara pertama lainnya ia capai setelahnya, di Australia Open Grand Prix dan Indonesia Challenge.
Hayom yang berperingkat 30 dunia per rilis BWF 24 Desember 2009 ini, terlihat mumpuni saat bertanding di tiga turnamen secara beurutan dalam tiga minggu bulan Juli sampai Agustus lalu. Di mulai dari turnamen sekelas Australia Open Grand Prix. Di babak semifinal, Hayom berhasil mengandaskan pemain nomor satu Hongkong sekaligus unggulan utama, Chan Yan Kit dengan skor 16-21, 21-13 dan 21-18, lalu mengalahkan mantan pemain Pelatnas, Alamsyah Yunus, di final dengan dua set langsung, 21-17 dan 21-18.
Meskipun sedikit terseok di New Zealand Open -ia tumbang di babak kedua, namun Hayom kembali menunjukkan prestasi di depan publiknya sendiri dengan menjuarai Indonesia Challenge yang berlangsung di stadion Tenis Indoor Senayan, Jakarta. "Ikut tiga turnamen berturut-turut merupakan ujian fisik bagi saya,"ungkap Hayom seusai menjuarai Indonesia Challange.
Melihat perkembangan prestasinya, Hayom dicoba ikut turnamen yang level Superseries dan Grand Prix Gold. Ketika turun di Hongkong Open Superseries, Hayom membuat prestasi gemilang dengan keberhasilan masuk babak perempat final. Walaupun tenaganya sudah terkuras karena harus bermain dua kali dibabak kualifikasi tetapi Hayom membuat kejutan dibabak utama dengan menumbangkan unggulan delapan, Bonsaak Ponsana 22-20, 21-19. Kemudian dibabak kedua mengalahkan pemain nomor satu Taipei yang peringkatnya diatas Hayom, Yu Hsin Hsieh 21-13 dan 21-9. Sayang kiprahnya terhenti oleh pemain bintang China, Bao Chunlai. Prestasi teranyar dipenghujung 2009, Hayom berhasil menmpati runner-up India Open GP. Peluang untuk juara terhenti oleh unggulan utama asal India, Chetan Anand.
Pemain kelahiran Kulon Progo, 22 Oktober 1988 ini mulai bermain bulutangkis di sekitar rumahnya dengan teman-temannya. Melihat bakat Hayom, seorang kerabat memasukkan Hayom ke klub kecil di Sleman. Ketika duduk di kelas 6 SD, Hayom kecil pindah ke Tasikmalaya sebelum akhirnya kembali ke Yogyakarta dua tahun kemudian dan berlatih di Kota Gudeg ini.
Talenta Hayom pun akhirnya terpantau oleh klub Djarum saat Hayom duduk di kelas 1 SMU, dan pada 1 April 2005, tekad Hayom untuk meniti karir diperkukuh dengan bergabungnya ia ke dalam klub yang telah melahirkan banyak jagoan bulutangkis Indonesia tersebut.
Kini Hayom berharap masuk Pelatnas dengan harapan dapat turut serta di turnamen besar seperti Thomas Cup. Ketika ditanya mengenai kemungkinan kesempatan bertanding akan lebih sedikit dibanding yang didapatnya saat ini di klub Djarum, Hayom mengatakan, "Kalau kita punya standar permainan dan rangking yang baik mungkin kita sering dikirim. Ini tergantung hasil latihan dan pertandingan dari kita juga.".
Penggemar opor ayam dan pecel lele ini menargetkan untuk berprestasi di turnamen sekelas Grand Prix.
"Saya berharap terus dapat menambah pengalaman bermain di Grand Prix Gold dan superseries serta mengalahkan pemain-pemain kelas dunia", ungkap Hayom tentang harapannya.
Ia juga mengaku harus meningkatkan fisiknya lebih baik lagi karena pemain dengan tipe penyerang seperti Hayom memang membutuhkan stamina dan tenaga lebih.
"Saya juga harus lebih menguatkan kaki agar lebih tahan dan kuat di lapangan,", tukasnya.
Untunglah Hayom tidak memiliki kendala cedera sampai saat ini. Semua latihan ia lahap dengan tekad bisa berprestasi tingkat dunia seperti idolanya, Taufik Hidayat dan Bao Chunlai.
|
No comments:
Post a Comment